April 9, 2010

Pengaruh Budaya Luar Di Bali Dan Permasalahannya

Interaksi kebudayaan yang terjadi di Bali baik yang dibawa oleh orang Barat dengan kebudayaannya dan kebudayaan pribumi lebih menunjukkan sifat pleksibel dan adaptatif, senantiasa mampu menerima dan mengolah unsur-unsur Barat (asing) didalam rangka memperkaya kebudayaannya sendiri tanpa harus melenyapkan kepribadian sendiri. Salah satu
contoh ragam hias tradisional Bali diperkaya oleh Patra Cina, Patra Mesir, Patra Welanda). Bahkan yang paling penting dalam interaksi budaya tersebut dapat membentuk ketahanan budaya yang membangkitkan local genius dari kebudayaan Bali. (Mc Kean,Philip Frick.p.63). Kalau kita berbicara budaya sebenarnya itu merupakan sebuah istilah yang sampai sekarang masih banyak yang memperdebatkan baik dari segi konsep maupun kajiannya. Hal ini disebabkan karena setiap negara didunia memiliki karakteristik masing-masing. Dari perkembangan budaya yang semakin memodernisasi dan dengan tujuan tertentu sering kali budaya tersebut di pakai untuk tujuan promosi baik itu di bidang pariwisata maupun bidang lainnya. Sebagai akibatnya ada beberapa permasalahan yang kerap kali muncul, dan baru-baru ini muncul klaim tari pendet yang sebenarnya budaya milik bali oleh malasya.
Pada awalnya, Tari Pendet merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura. Tari yang tercipta awal tahun tujuh puluhan oleh seniman I Nyoman Kaler ini, menggambarkan penyambutan atas turunnya Dewa-dewi ke alam marcapada yang merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi “ucapan selamat datang”, meski tetap mengandung anasir yang sakral-religius. Taburan bunga disebarkan di hadapan para tamu sebagai ungkapan selamat datang.
Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang; pemangkus pria dan wanita, kaum wanita dan gadis desa. Tarian ini diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakkan dan jarang dilakukan di banjar-banjar. Para gadis muda mengikuti gerakkan dari para wanita yang lebih senior yang mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik. Tari Pendet adalah tarian para putri yang memiliki pola gerak yang lebih dinamis dari tari Rejang yang dibawakan secara berkelompok atau berpasangan, ditampilkan setelah tari Rejang di halaman pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan dan perlengkapan sesajen lainnya.
klaim budaya Indonesia oleh Malaysia merupakan isu sensitif yang bisa mengganggu hubungan kedua Negara khususnya. Hal ini tidak mudah, karena penduduk Malaysia, mayoritas asal usulnya berasal dari Indonesia. budaya asli Indonesia yang kemudian dibawa oleh orang-orang asal Indonesia yang kini menjadi warga negara Malaysia itu menjadi masalah ketika kemudian menjadi alat promosi dan bisnis. masalah isu klaim budaya dapat diselesaikan dengan win-win solution (saling menguntungkan) melalui kolaborasi promosi pariwisata Indonesia-Malaysia. Indonesia mempunyai banyak aset budaya yang bisa menjadi alat promosi yang menarik dan Malaysia punya dana untuk promosi, kedua negara mungkin sebaiknya promosi bersama dalam bidang pariwisata. Hal ini merupakan salah satu rekomendasi EPG kepada pemerintah Indonesia dan Malaysia, yang belum direalisasikan. kemarahan rakyat Indonesia atas penayangan Tari Pendet asal Pulau Dewata dalam promosi tahun kunjungan Malaysia dengan jargon “Malaysia Truly Asia” dapat dipahami. Ini karena bukan untuk pertama kalinya Malaysia mengambil budaya Indonesia dan mengklaim sebagai budayanya. Apalagi Malaysia hampir selalu mengelak telah mengambil budaya Indonesia, misal lagu “Rasa Sayange” dan “Reog Ponorogo”. Kemarahan itu dapat dipahami karena budaya merupakan warisan hasil karya dan karsa bangsa yang harus dipelihara dan dijunjung tinggi. Sementara itu, untuk masalah budaya yang masuk dalam wilayah abu-abu kedua pihak sepakat untuk saling meminta izin apabila akan digunakan dalam iklan komersial. Hal ini sesuai dengan kesepakatan antara Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI Jero Wacik dan Menteri Malaysia Rais Yatim di Kuala Lumpur pada 10 November 2007. Namun, penggunaan Tari Pendet oleh Malaysia kali ini dinilai berada diluar kesepakatan itu karena Tari Pendet merupakan kebudayaan asli Indonesia asal Bali. Masyarakat Melayu Malaysia tidak pernah memiliki sejarah atau akar budaya kehidupan Hindu masyarakat Bali. EPG Indonesia-Malaysia diresmikan pada 7 Juli 2008, yang merupakan wujud hasil pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi di Putrajaya, Malaysia, 11 Januari 2008, untuk menyepakati pembentukan EPG. EPG beranggotakan tujuh orang dari masing-masing negara dengan tugas membahas masalah peka, yang berkembang di masyarakat kedua negara itu. Hasil kerja EPG disampaikan kepada pemerintah masing-masing untuk menjadi sumbangan pemikiran bagi peningkatan hubungan kedua negara tersebut.

0 komentar:

Post a Comment

bagaiamana menurut anda tentang artikel saya